Repost
Hari ini saya didaulat ibu-ibu pengajian dekat rumah untuk membawakan
materi kajian Islam sebagai pengantar sebelum ustadz yang sesuai jadwal
pengajian cabang Medan Area, tiba. Sebenarnya pengurus majelis taklim
telah mengabari saya sejak minggu lalu. Namun karena tergerus kesibukan
meski ada empat hari libur (Sabtu s.d. Selasa tanggal 26/12/2017), saya
melakukan persiapan cuma satu malam. Tema yang akan diangkat memang
sudah saya oret-oret sedari Rabu lalu.
Sambil menunggu
jam kuliah berikutnya, saya mengetik dua halaman tulisan tentang
"ghazwul fikr", perang pemikiran atau perang peradaban. Mungkin termasuk
tema yang berat. Namun untuk ibu-ibu di kawasan perkotaan seperti
lingkungan rumah kami, materi tentang perkembangan Islam kontemporer
sepertinya sering dibawakan ustadz atau ustadzah.
Para pengurus Ranting Laksana mengadakan pertemuan / dokpri |
Tulisan
singkat itu selesai, saya print di rental depan kampus dan diperbanyak
kurang lebih tigapuluh lembar. Ternyata amat sangat kurang. Yang hadir
hampir enampuluh orang! Alhamdulillah, minat masyarakat khususnya para
ibu untuk datang ke majelis ilmu patut dibanggakan. Karena ibulah yang
menjadi benteng terakhir ketahanan keluarga. Jika ibu berilmu,
insyaAllah anak-anaknya dapat diarahkan menjadi lebih berakhlak.
Menumbuhkan karakter saleh salehah putra putrinya.
Mendidik
satu laki-laki sama dengan mengajari seorang saja dari milyaran
penduduk dunia. Tapi mendidik satu wanita sama dengan mendidik satu
bangsa. Demikian mantan Presiden Tanzania, negara di Afrika bagian
timur, pernah menyampaikan pidatonya tentang pentingnya pendidikan bagi
wanita. Jauh sebelumnya Rasulullah SAW telah bersabda bahwa wanita
adalah tiang negara, jika baik wanita maka akan baik pula suatu negara.
Jika buruk wanita maka akan robohlah negara. Demikian utamanya mendidik
para wanita, dari anak-anak, remaja putri sampai kaum ibu.
Ini
merupakan penampilan kedua saya di depan ibu-ibu pengajian dekat rumah.
Kira-kira tujuh bulan yang lalu, saya juga pernah "ditodong" pengurus
pengajian untuk menggantikan ustadz yang berhalangan hadir. Saya
bersyukur dari kecil bersekolah di madrasah, sampai pada saat kuliah pun
mondok di pesantren mahasiswa. Sedikit banyak menguasai bahasa Arab,
sepotong dua ada juga memiliki hafalan ayat Quran dan hadits. Akhirnya
saya sampaikan saja walaupun mendadak.
Saya jadi
teringat belasan tahun yang lalu saat berusia duapuluhan. Waktu itu ibu
saya kebagian jadwal mengisi pengajian akbar majelis taklim di
lingkungan kompleks rumah orangtua. Ternyata ibu baru ingat di waktu
yang sama, ada undangan mengisi pengajian juga di tempat lain. Akhirnya
ibu menghubungi panitia dan mengirimkan saya sebagai penggantinya.
Peristiwa
seperti ini seingat saya berkali-kali terjadi. Bahkan untuk lokasi yang
dibilang jauh dari rumah. Ibu mempercayakan saya menggantikannya. Saat
itu saya tidak bisa mengelak. Kasihan ibu yang sudah diamanahi mengisi
duapuluh lima majelis taklim setiap bulannya. Akhirnya mau tidak mau
saya yang masih awam ini bisa dibilang asisten beliau, khusus untuk
jadwal bentrok atau saat ibu kurang sehat.
Author dan ibu-ibu pengajian / dokpri |
Semenjak
jadi dosen hampir tigabelas tahun terakhir ini praktis saya tidak lagi
membantu ibu berceramah di pengajian ibu-ibu. Beliau jatuh sakit dan
menghentikan aktivitas dakwahnya yang cukup melelahkan fisik. Setelah
menikah, saya harus cermat membagi waktu antara rumah tangga dan kampus,
kesibukan mengurus bayi dan balita kami, menjadikan saya seakan
menghilang dari dunia majelis taklim.
Sesekali saya
hadir sebagai mustami' pada saat tak ada jadwal mengajar. Tiap hari
"mencurahkan" isi teko, lalu kapan saat saya mengisinya kembali. Setiap
hari menguliahi mahasiswa, tentunya mesti ada saat saya juga dikuliahi
oleh para ustadz dan ustadzah. Agar hidup menjadi seimbang perlu ada
harmonisasi kegiatan secara berkala. Selalu ada rasa damai manakala
berada di tengah-tengah majelis ilmu. Ketentraman yang terkadang tak
bisa selalu diungkapkan dengan kata-kata.
Salam literasi
0 comments
Pesan dimoderasi. Terima kasih telah berkomentar. "You are what you comment"