Kasus Mesuji dan Kegagalan Reformasi Agraria
Ilustrasi kerusuhan sengketa lahan yang diamankan polisi / Merdeka |
Dimuat di Harian Sindo 10 Agustus 2013
Sudah berminggu-minggu media massa memberitakan kasus sengketa lahan antarwarga dengan perusahaan di Register 45 dan Desa Seri Tanjung di Provinsi Lampung, serta di Desa Sodong di Provinsi Sumatera Selatan. Lebih akrab terdengar dengan kasus Mesuji.
Letak geografis, lokasi Mesuji Lampung
dan Mesuji Sumatera Selatan itu sangat berdekatan. Secara adat masih berada
dalam satu lokasi. Kasus ini berawal dari dugaan pemanfaatan areal pemanfaatan hutan.
Ada tiga perusahaan besar yang mengintimidasi warga hingga menyebabkan warga
tewas, stres, dan menderita cacat permanen. Perusahaan itu milik pengusaha
Malaysia yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit.
Para tersangka pembunuhan sadis yang
berujung pemenggalan kepala itu menjalani proses hukum. Mereka terdiri dari
orang perusahaan, dan dari warga masyarakat sendiri. Sebelumnya, warga Mesuji
menyampaikan video sadis ke DPR RI yang berisi tindakan pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh sejumlah oknum aparat dan pengusaha dalam sengketa lahan di
Mesuji.
Belakangan, Tim Gabungan Pencari
Fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintah
menemukan fakta bahwa tidak seluruhnya potongan video itu benar sesuai dengan
yang terjadi di lapangan. Ada beberapa adegan yang dilebih-lebihkan dengan
bantuan teknologi sehingga tidak sesuai dengan temuan fakta di lapangan.
Terlepas dari pendapat yang menyatakan
bahwa rekomendasi yang dihasilkan oleh TGPF tidak menyentuh akar masalah, yaitu
perihal konflik agraria, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menilai hal
tersebut.
Hal yang menjadi fokus perhatian dari
kasus Mesuji adalah tidak terpenuhinya hak-hak agraria warga negara oleh negara
Tentunya hal ini menguatkan indikasi tidak tercapainya tujuan reformasi
agraria.
Sengketa lahan tidak hanya terjadi di
Mesuji. Persoalan sengketa lahan ini menjadi booming ketika dampaknya menjadi kekerasan, pembunuhan dan
pemenggalan sebagai bentuk dari konflik
horizontal di masyarakat. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan reformasi agraria? Apasaja yang menjadi tujuan dari reformasi
agraria itu? Bagaimana hubungannya dengan Kasus Mesuji yang sedang
hangat-hangatnya dibicarakan? Dan kesimpulan apa yang bisa ditarik dari kasus
Mesuji dan kegagalan reformasi agraria?
Berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), membawa perubahan fundamental pada hukum
agraria Indonesia.
Sebelum ada UUPA ada beberapa sumber
hukum agraria yang berlaku secara bersamaan. Ada yang bersumber pada hukum
adat, hukum perdata barat dan ada pula yang bersumber dari berbagai bekas
pemerintahan swapraja yang umumnya bersifat feodal.
Sesuai dengan kondisi keagrariaan di
Indonesia dan tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, Agraria Reform Indonesia
(Reforma Agraria) meliputi 5 program (panca program), yaitu:
1. Pembaharuan
hukum agraria, melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasional dan pemberian
jaminan kepastian hukum;
2.
Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi
kolonial atas tanah;
3.
Mengakhiri penghisapan feodal secara
berangsur-angsur;
4.
Perombakan pemilikan dan penguasaan
tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah
dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan.
5.
Perencanaan persediaan dan peruntukan
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta penggunaannya
secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan kemampuannya.
Program yang keempat lazim disebut
program landreform. Bahkan
keseluruhan program Agraria Reform
tersebut seringkali disebut Program Landreform.
Maka ada sebutan landreform dalam
arti luas dan landreform dalam arti sempit.
Tuma
(1965) menyimpulkan bahwa landreform
dalam pengertian luas akhirnya dapat disamakan dengan agrarian reform (reforma agraria), yakni suatu upaya untuk mengubah
struktur agraria demi terciptanya tujuan sebagaimana disebutkan di atas. Jadi
reforma agraria dapat diartikan sebagai landreform
plus.
Istilah reformasi agraria merupakan
istilah yang muncul belakangan ketika pidato awal tahun 2007 Presiden SBY. Reforma Agraria ataupun “reforma(si) agraria”
dimaksudkan sebagai suatu upaya sistematik, terencana, dan dilakukan secara
relatif cepat, dalam jangka waktu tertentu dan terbatas.
Untuk menciptakan kesejahteraan dan
keadilan sosial serta menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat ‘baru’
yang demokratis dan berkeadilan; yang dimulai dengan langkah menata ulang
penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya,
kemudian disusul dengan sejumlah program pendukung lain untuk meningkatkan
produktivitas petani khususnya dan perekonomian rakyat pada umumnya.
Soekarno dalam Djalannya Revolusi Kita, 1960, (Boedi
Harsono:1999) mengatakan bahwa melaksanakan landreform berarti melaksanakan
satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia. Landreform bagaikan
alas bagi suatu gedung, atau seperti batang bagi pohon. Sangat penting sehingga
revolusi Indonesia tanpa landreform bagaikan gedung tanpa pondasi
ataupun pohon tanpa batang, ia tidak akan dapat berdiri kokoh.
Dianto Bachriadi, mantan anggota dewan pakar Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA) dalam tulisannya menyebutkan bahwa agenda untuk
menjalankan reforma agraria ini diletakkan sebangun
dengan berbagai program lainnya dalam kerangka revitalisasi pertanian di
Indonesia. Jadi orientasi utamanya adalah untuk membantu para petani miskin.
Bukan malah menguntungkan masyarakat pelaku agribisnis nonpetani.
Inti
dari reforma agraria adalah landreform
dalam pengertian redistribusi pemilikan dan penguasaan tanah. Meskipun demikian
landreform tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh program-program
penunjang seperti pengairan, perkreditan, penyuluhan, pendidikan, pemasaran,
dan sebagainya.
Petani di Kabupaten Mesuji, Lampung |
Jika dikaitkan dengan kasus Mesuji
yang melibatkan 6 (enam) korporat bisnis besar para pengusaha perkebunan kelapa
sawit dengan warga masyarakat di 8 (delapan) titik lokasi peristiwa sengketa
lahan di Mesuji, tentulah kita
mempertanyakan, dari sekian banyak tujuan mulia reformasi agraria itu, berhasilkah
dicapai untuk petani-petani miskin ataukah masih berpihak pada para tuan tanah.
Dianto Bachtiar menyebutnya dengan reforma agraria palsu!
22 comments
Hingga tahun 2019, saya masih membaca nasib petani Mesuji belum juga mengalami perubahan ke arah lebih baik. Tentang reforma agraria ini, bagaimana dengan pengelolaan tanah - tanah adat? Beberapa kali saya membaca berita tentang nasib orang2 adat di berbagai wilayah di negeri ini yang terabaikan sehingga mereka kehilangan tanahnya sendiri.
ReplyDeleteItulah Mbak, tak henti²nya perlu menyuarakan nasib rakyat
ReplyDeleteuntuk melindungi beberapa oknum banyak fakta yang kadang ditutupi supaya tidak terekspos media dan masyarakat. Kasus Mesuji ini saya yakin hanya satu kasus diantara ribuan kasus lain yg terjadi di petani Indonesia
ReplyDeleteBenar Mbak,, seperti gunung es kali yaa hehe
DeleteKasus lama panas lagi kah mba? Sumatera pada umumnya, termasuk di kampung saya di Sumatera Barat permasalahan tanah dan sertifikatnya ini memang sangat pelik. Tanah pribadi, tanah warisan, tanah ulayat adat, dll. Sangat sangat sangat pelik memang. Meski sekarang Presiden Jokowi sudah mengamanahkan BPN untuk sertifikasi tanah-tanah kepemilikan rakyat, tapi ini tentunya jadi PR panjang yg harus diselesaikan. Indonesia itu luas sangat, Sabang sampai Merauke, Miangas sampai Rote.
ReplyDeleteTugas yang tidak mudah memang
DeleteMasalah tanah memang merupakan salah satu masalah alot yang dihadapi negeri ini, sudah bertahun-tahun sejak reformasi agraria ditanamkan. Revisi UU-nya pun sudah terlaksana. Tapi nyatanya di lapangan masih banyak waga yang belum mendapatkan hak terkait tanahnya. Hal ini memang berkaitan dengan politik dan korporasi besar, pemimpin baik di daerah maupun pusat harus bersinergi dengan warga agar hak-hak yang memang seharusnya dimiliki bisa terjamin oleh negara
ReplyDeleteIya persoalan pelik, terkait kepemilikan yang bs diwariskan turun temurun soalnya Mas
DeleteJujur, saya baru tahu ada peristiwa-peristiwa semacam ini,meski kejadiannya sudah lama. Sedih rasanya saat mengetaui seteru tanah sampai berujung pemenggalan atau penghilangan nyawa.
ReplyDeleteApapun dilakukan demi mendapatkan sejengkal tanah mbak, huhuu
DeleteMasalah klasik tapi tetap membutuhkan sarana hukum dan peraturan pemerintah
ReplyDeleteSampai sekarang masih ada sisanya kok kasus ini, Pak
DeleteSelain Mesuji, yang sekarang lagi marak adalah pembuatan sertifikat tanah yang gratis, namun dibalik itu, masyarakat gak ngerti kalo tahun depannya harus bayar pajak yang lebih besar lagi. Sementara mereka gak punya uang buat bayar pajak. Ketika pajak kemudian menumpuk, akhirnya tanah tergadai jadi milik negara.
ReplyDeleteAah aku kok jadi takut ini semacam jebakan saja, yang katanya memudahkan buat sertifikat gratis .
Eh, pada kenyataannya buat sertifikat tanah gak ada yang gratis .yang gratis cuma di depan media dengan pak presiden.
Gratis gak gratis kita harus tetap pantang menyerah kl udah urusan tanah. Soalnya yg jadi hak milik ga boleh diganggu gugat pihak lain dengan semena²
DeleteBaca ini semacam mengingat kembali matkul hukum agraria. Tapi konflik seperti ini pun terjadi juga di daerah saya di Jambi. Besarnya kekuasaan tuan tanah/pengusaha selalu mengalahkan kekuatan rakyat kecil. Semoga pemerintah bisa lebih bijak menyikapi konflik lahan kedepannya.
ReplyDeleteHaha, Hukum Agraria 4 SKS ya... Wajib menguasai UUPA dan sejarah landreform hehe. Btw Fakultas Hukum mana nih Mbak Enny dulunya...
DeleteRasanya dulu pernah baca tentang Mesuji. Wah, sedih aja, kalau ternyata masalahnya memanas lagi. Engga ada keberpihakan pada warga Mesuji yah. Apalagi kalau smp ada tindakan kekerasan...Orang jadi curiga kan kalau begini...
ReplyDeleteKasus Mesuji belum selesai juga ya..sepertinya ini semangat reforma agraria masih blm sepenuhnya berpihak pada rakyat kecil ya..kasihan..
ReplyDeleteAku seriusan baru tahu ada kasus sengketa tanah di Mesuji ini mbak. Ngeri ih sampai terjadi pembunuhan sadis berujung pemenggalan. :( Makasih aku jadi belajar reforma agraria juga dari sini :)
ReplyDeleteBaca kasus mesuji sangat menyesakkan dada ya mbak. Apalagi kalau sudah berhubungan dengan yang punya bisnis besar kelapa sawit gini. tahu banget karena beberapa kenalan sama juga begitu. Jadi semacam kita tahu tapi nggak bisa bersuara
ReplyDeleteKalo kasus lahan PTPN yang diduduki masyarakat itu gimana kak? Apakah sesuai atau tidak dengan landreform? Karena masyarakat pantang banget liat lahan kosong, bentar aja dibangun bangunan semi permanen, trus dipermanenkan dan jadi hal milik. Di sisi lain, saya setuju kalo lahan yang dimiliki/dimanfaatkan perusahaan asing harus dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
ReplyDeleteSedih kalau sampai ada yang kehilangan hak hanya karena dia rakyat biasa yang suaranya tidak didengar
ReplyDeletePesan dimoderasi. Terima kasih telah berkomentar. "You are what you comment"